Masa remaja mungkin adalah satu fase di mana cinta menjadi sebuah
topik utama yang menarik untuk diperbincangkan. Dalam masa pencarian
jati diri, cinta hadir bukan hanya sebagai pemanis hidup melainkan bisa
menjadi benang merah dalam kehidupan seorang remaja.
Kisah cinta ala remaja yang khas dan tidak memerlukan banyak tenaga
untuk berpikir diangkat oleh Chainarong Tampong dan Sakon Tiacharoen
dalam sebuah film remaja berjudul Love Julinsee. Film ini
dibuat dalam bentuk Anthology khas Thailand. Jika sebelumnya film dengan
bentuk anthology adalah film horror, misalnya Phobia dan Four, kali ini mengangkat kisah cinta empat pasang remaja.
Keempat pasang remaja ini berkumpul dalam sebuah pagelaran musik, Big Mountain Music Festival, di Khao Yai National Park.
Keempat pasang remaja ini tidak mengenal satu dengan yang lainnya.
Namun begitu Paradox, salah satu band yang sedang naik daun di Thailand
dan juga menjadi pengisi suara dalam pagelaran tersebut, melantunkan
setiap lagu, terdapat banyak kenangan bagi setiap pasang remaja
tersebut.
Lagu yang pertama dilantunkan berjudul Senior Crush.
Menceritakan mengenai Boat (diperankan oleh Nuttapong Piboonthanakiet),
seorang remaja ingusan yang merasa dirinya amat tampan untuk seluruh
wanita. Termasuk seorang wanita bernama Bifon (diperankan oleh Apinya
Sakuljaroensuk) yang merupakan kakak kelas dan seorang anggota
cheerleaders. Untuk menunjukkan kepiawaiannya dalam memikat wanita, Boat
pun mengajak Bifon untuk kencan semalaman. Begitu disetujui oleh sang
wanita cantik, Boat langsung pamer di hadapan seluruh teman – temannya
bahwa ia merupakan seorang playboy ulung. Boat hanya tidak menyadari
bahwa Bifon menyimpan sebuah rencana untuk member pelajaran bagi anak
ingusan itu bahwa cinta dan wanita bukan untuk permainan.
Waiting merupakan judul cerita yang kedua. Lagu yang
dilantunkan ini berarti bagi Pla (diperankan oleh Irada Siriwut),
seorang gadis yang baru saja patah hati karena diselingkuhi oleh
pacarnya. Begitu sang kekasih pergi untuk melanjutkan studinya di luar
negeri, Pla setia mengunggu kedatangan sang kekasih. Tepat 1 tahun
kemudian, Pla malah melihat sang kekasih memberikan sebuah boneka Teddy
Bear untuk wanita lain. Lewat sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Pla
dalam pagelaran di sekolahnya, Pla melontarkan nyanyian yang bisa
mempermalukan sang kekasih di hadapan banyak orang. Dan lagu ini lah
yang sedang dilantunkan oleh Paradox.
Cerita yang ketiga mengangkat judul Love is Not to be Played With. Segmen
ini mengambil durasi paling lama. Menceritakan berbagai tingkah konyol
Nao (diperankan oleh Sornsuek) untuk menarik perhatian sang pujaan hati,
Yoh (diperankan oleh Alexander Simon Rendell). Saking tidak masuk
akalnya, begitu kesabaran Yoh habis, Yoh menolak Nao dengan perkataan
yang cukup menyakitkan hati. Namun mereka dipertemukan kembali dalam
pagelaran musik ini. Akan kah mereka menjadi sepasang kekasih seperti
yang diharapkan Nao?
Best Friend, segmen yang terakhir mengangkat kisah cinta Yok
(diperankan oleh Jirayu La-Ongmanee) dan Eue (diperankan oleh Monchanok
Saengchaipiangpen), sepasang sahabat yang akhirnya memutuskan untuk
menjadi kekasih. Namun kisah cinta mereka terhambat ketika terjadi
kesalahpahaman. Eue melihat Yok berciuman dengan seorang gadis cantik
yang menyukai Yok. Namun setelah dijelaskan, akhirnya mereka berbaikan
lagi.
Dari keempat cerita di atas jelas merupakan kisah yang amat mudah
dimengerti bahkan mungkin menjadi membosankan untuk beberapa kalangan.
Seluruh musik yang ada digarap oleh Paradox yang juga ikut sebagai
benang merah dari film berdurasi 90 menit ini. Salah satu keunikan dari film ini adalah kisah yang akan ditampilkan
bukan karena mereka berada dalam pagelaran musik tersebut. Namun setiap
alunan musik memberikan kenangan tersendiri bagi setiap insan.